Jilbab Yang Memerdekakan, Tangguh Dan Tetap Mempesona


Jilbab Yang Memerdekakan, Tangguh Dan Tetap Mempesona
Oleh : Alfian Ziza
*(Tulisan pernah dimuat di Majalah KONTUR, Peringkat 3 Konturation 2018)

            Sejatinya agama itu memudahkan, bukan mempersulit. Dalam kondisi apapun semuanya akan baik-baik saja, bahkan semakin baik dan tidak akan pernah menjadi penghalang ataupun  mengekang”

Beberapa waktu yang lalu, saya meminta pendapat kepada beberapa teman perempuan (mahasiswi) yang saya kenal di Fakultas Teknik UMS melalui whatsapp. Saya menanyakan pendapat mereka mengenai pakaian syar’i bagi perempuan muslim yang berkegiatan harian cukup berat seperti di fakultas teknik. Berada di proyek yang panas dengan kondisi medan yang berat, berada di pabrik dengan mesin yang besar, maupun berkegiatan di laboratorium ditemani alat-alat keteknikan.   

Ada banyak tanggapan yang masuk satu-persatu melalui pesan whatsapp sebagai bentuk balasan dari pesan yang saya kirimkan sebelumnya, sekaligus menjadi perantara bagi teman-teman perempuan saya dalam menyampaikan pendapat yang saya minta kepada mereka. Pendapat yang pertama, ia mengaku dalam kegiatannya sehari-hari dia tidak memakai pakian yang sesuai dengan syari’at, menggunakan jilbab dan pakian yang biasa saja walaupun dia sebetulnya mengetahui kriteria pakian bagi perempuan yang sesuai syari’at seperti pakiannya tidak ketat, jilbab yang menutupi sampai dada dan lain sebagainya. Dia khawatir dengan pakian yang panjang menjuntai akan menganggu aktivitasnya terutama ketika berada di proyek maupun praktikum di laboratorium.

Pendapat yang kedua, dia mengaku tidak masalah mengenai pakian yang syar’i jika sedang berada di kampus, namun merasa keberatan jika digunakan ketika sedang berada di dunia industri maupun di proyek. Pendapat yang ketiga tidak jauh berbeda, dia merasa nyaman saja dengan pakaian yang menjuntai dan jilbab yang besar ketika berkuliah namun sedikit keberatan jika dalam kondisi praktikum di laboratorium. Meskipun sebetulnya semua tergantung ke personalnya masing-masing. Ketiga pendapat tersebut saya dapatkan dari mahasiswi dengan jurusan yang berbeda-beda di Fakultas Teknik UMS.

Saya seorang laki-laki yang hanya bisa berandai-andai dan melihat dari luar, seorang laki-laki yang tidak bisa merasakan apa yang mereka rasakan sebagai perempuan di Fakultas Teknik. Kain panjang yang menjuntai, tidak ketat membentuk leluk tubuh, yang menutup aurat sesuai syari’at bukan sekedar menggugurkan kewajiban seorang muslimah yang baik, lebih jauh lagi itu merupakan salah satu cara untuk menjaga diri dan melindungi dari dosa dan fitnah yang mengancam harga diri dan kehormatan perempuan, serta sebuah identitas gender bagi seorang perempuan yang baik.

Pendapat lain datang dari adik tingkat yang sudah mampu konsisten dalam berbusana sesuai syari’at. Ia menyatakan bahwa kapanpun dan dimanapun pakaian yang sesuai syari’at merupakan sebuah kewajiban bagi perempuan. Rekan sejawatnya menambahkan bahwa tidak menjadi hambatan untuk berpakian sesuai syari’at dalam keadaan apapun, dengan dilandasi keyakinan yang mantap, semua tidak menjadi masalah. Secara detail ia menjelaskan, jika memang tidak bisa memakai gamis atau rok, bisa disiasati dengan menggunakan celana yang longgar dan tidak ketat.

Yang saya uraikan diatas baru sebagian pendapat yang berhasil saya dapatkan, yang belum bisa mewakili suara para mahasiswi di Fakultas Teknik yang bermacam-macam. Tentunya yang sudah saya uraikan tidak bisa menjadi kesimpulan, karena hanya dilakukan dengan sederhana tanpa metode penelitian statistik yang rumit dengan proses yang panjang. Dari berbagai pendapat yang muncul, saya hanya ingin menyampaikan bahwa sejatinya agama itu memudahkan, bukan mempersulit. Dalam kondisi apapun semuanya akan baik-baik saja, bahkan semakin baik dan tidak akan pernah menjadi penghalang ataupun  mengekang. Wanita berjilbab menurut saya adalah wanita yang energik, ramah, mempertontonkan wajahnya semata demi interaksi yang baik di lingkungan sekitarnya. Punya independensi dan mampu bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.

Yang terakhir, saya ingin mengutip satu lagi pendapat yang saya dapatkan dari seorang mahasiswi teman saya yang akan diwisuda tahun ini. Bahwa pakaian yang sesuai dengan syari’at itu bukan suatu penghalang buat mahasiswi di Fakultas Teknik melakukan aktivitasnya, justru mereka akan terlihat anggun dengan jilbab panjangnya, anggun dengan gamisnya, dengan aktivitas mereka yang berat.

Saya berpendapat bahwa itulah yang menjadi salah satu pesona tersendiri di Fakultas Teknik. Gambaran para perempuan (mahasiswi) yang tangguh namun tetap feminim, karena jilbab itu memerdekakan dan mampu mencuri perhatian, bukan justru menjadi penghalang. Kain-kain besar yang menjuntai dengan berbagai macam gradasi warna yang sangat indah membalut tubuh perempuan dan tidak membatasinya dalam gerak. Mereka tetap tangguh, bebas, anggun, dan tetap mempesona.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Film Fury

SEDIKIT TENTANG DINDING PENAHAN

Catatan Ramadhan 1439H