Catatan Ramadhan 1439H
Jangan sebut aku lelaki sejati kalau tak mampu menahan sepinya sendiri,
Namun bukan berarti aku tidak butuh perempuan untuk dicintai
Alfian Ziza
Siang itu di hari-hari akhir bulan Ramadhan
1439 H, setelah sholat dhuhur di salah satu pondok pesantren di Sleman Yogyakarta,
seperti biasa semua sibuk dengan dirinyanya masing-masing bermunajat kepada
tuhan di sisa-sisa bulan Ramadhan. Jogja siang itu tidak panas, tapi juga tidak
hujan, mungkin jangkrik, kucing dan semut pun ikut merasakan suasana seperti
apa yang sedang saya rasakan.
Punggung ini pegel rasanya, dari
pagi sudah duduk bersila di masjid mendengar kuliah dari tokoh-tokoh yang
diundang panitia, atau kalau tidak ada kuliah tokoh kegiatan diganti dengan
membaca Al-Qur’an atau berdzikir (padahal
lebih banyak ghibah ngobrol ngga jelas). Kurebahkan badanku di samping
kawanku yang sudah rebahan duluan, Agung namanya. Dan disebelah kiri Agung ada
satu kawanku yang lain bernama Agus yang sudah mulai setengah terlelap (mungkin)
karena semalaman I’tikaf.
“Ndes..” aku nyeletuk ke Agung sambil menoleh ke arahnya.
“Piye..” Agung membalasnya dengan cuek saja.
Tanpa Mengurangi rasa hormat,
dialog nya tetap saya tulis pake bahasa jawa saja biar tidak mengurangi ke
khidmat an obrolannya. Heleh.. Buat
yang ngga tau artinya ya Tanya saja ke yang bisa bahasa jawa, dan urusan
selesai.. oke.. lanjut..
Si Agung ini sudah punya “nyonya”,
sebutan untuk teman perempuan dari gondes
satu ini. Temannya dari satu angkatan jurusan kuliah di kampusnya, kampus saya
juga sih.. salah satu kampus di Kota Solo. Ngga tau dapat bisikan dari mana,
terbesit fikiran untuk Tanya ke kawan saya ini dengan pertanyaan sebagai
berikut..
“Ndes.. Kok Kowe iso karo si Asih ? pie ceritane..” aku ngomong
sambil menatap kosong ke langit-langit masjid, namun beberapa detik si Agung
tidak menjawab. Asih itu nama doi yang sudah lama pacaran berkawan
dengan si gondes kawan saya ini.
“Ndes..” kali ini kepalaku kuhadapkan ke arahnya. “woyy.. ndes.. nek ditakoni ki njawab. Rasah pura-pura
turu ngono.. Jiianvuuk” dan kuulangi lagi pertanyaanku “Ndes.. Kok Kowe iso karo si Asih ? pie
ceritane..”
“kok kowe takon ngono, rasane koyo merendahkan ngremehke aku to..”
akhirnya dia angkat bicara
“tujuanku takon ora ngremehke kowe ndes.. aku takon tenanan iki..”
Obrolan kami sambil rebahan diikuti banyak teman-teman yang lain yang sudah
terlelap di masjid siang itu, walau masih ada segelintir yang masih membaca
Al-Qur’an seperti si Abah, panggilan akrab kenalan saya yang satu angkatan
lebih tua yang masih mengejar target untuk khatam Al-Qur’an.
“Asline aku ki salah langkah ndes..” si Agung menyaut.
“Lho.. Kok iso?” aku dengan nada agak keras di teduhnya siang itu.
“Yoo isoh-isoh wae.. wes lah ra sah dibahas.. koe mau takon opo?? Piye carane
aku isoh karo dekne??”
“iyo ndes, berbagi pengalaman ngono lho..”
“Nganggo pendekatan lah bro.. Analisis SWOT” itu adalah salah satu singkatan sebuah teori yaitu Strenght (kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threat (Ancaman) yang dipadukan menjadi
strategi.
“wuuasyeemm, wong iki njawab wes koyo dosen aee..” ujarku dalam hati,
dan dia meneruskan pembicaraanya..
“penting ki pendekatane sing intens luurr…” imbuhnya.
“ohh.. ngono yaa…” dengan penafsiran banyak cara untuk pendekatan,
minimal follow akun IG bapaknya. Uwuwuw~
Dan seketika refleks aku menoleh ke
arah belakang masjid, yang ditutup sejenis sekat/hijab sebagai pembatas antara
laki-laki dan perempuan dalam masjid. Cuma menoleh sekelebat saja toh yang
kulihat hanya sekat, dimana dibalik sekat itu ada banyak perempuan-perempuan. Ewewewww~
Setelah itu, obrolan menjadi tidak
jelas ke arah ghibah, (pasti tau lah.. arah obrolan laki-laki normal, untung
saja masih dibentengi dengan puasa Ramadhan hehee~) dasare wis watake pancen.. wkwkwk. Ngobrol Ngalor-ngidul ngga jelas
sama kawanku si Agung ini dan selalu ada saja topik obrolan yang bisa dibahas.
Lupa sampai topik mana ngobrol kita
pada waktu itu, sampai tiba-tiba si Agung mengeluarkan smartphone nya yang baru dibelinya sekitar 4 atau 3 bulan yang
lalu, dan membuka aplikasi kamera, kemudian mengaktifkan kamera depan. Si Agung
sambil rebahan mendekat ke Agus yang (kayaknya) masih terlelap, dan refleks aku
juga ikut mendekat, dan dalam posisi rebahan bertiga, kami berfoto selfie. Dan pembicaraan
ghibah siang itu pun ditutup dengan saya dan Agung menyusul si Agus
untuk memejamkan mata, lumayan masih ada setengah jam sampai waktu ashar.
Cuma merem, tapi ngga tidur. Masih
merenung sambil berucap dalam hati.
“Apa kabar dia yang ada disana? Sedang
apa gerangan?”
Sempat melek dan menoleh kembali
sekelebat ke arah belakang masjid, iya masih sama yang kulihat hanya sekat
pembatas itu lagi dan berfikir
“mungkin.. mmmmm mungkin.. dibalik
sekat itu.. emmmm. Aahh sudahlah.. ngapain dipikirin?”
Dan nurani kembali berkata
“Santai bro.. gausah berfikir
macam-macam atau berharap dengan sosok-sosok dibalik sekat itu.. cukup FOKUS
SAJA SAMA YANG SELAMA INI SUDAH KAU PANJATKAN DI SETIAP DO’AMU, LAGIPULA KAU
JUGA MENJADIKANnya PRIORITAS NOMER DUA DALAM DOA, SETELAH MENDOAKAN KELUARGA” Lagi
dapat petunjuk untuk menasehati diri sendiri.
Tidak lama kemudian waktu ashar pun
tiba, singkat cerita setelah sholat ashar kubuka handphone ku, pas liat status
watsapp ternyata si Agung mengupload foto selfie rebahan bertiga tadi di status
watsapp nya dengan kepsyen “turu sek bro”
Dan
hanya itu yang bisa saya ingat, semoga kau juga membaca ini
Komentar
Posting Komentar